ZMedia Purwodadi

Area Reklamasi Pemda Jadi Lokasi Mewah: Warga Bangun Rumah Besar dan Stadion, Lurah: Mereka Punya Sertifikat

Table of Contents

Footballshow.xyz Perbedaan pendapat antara pemerintah dan masyarakat terjadi di kawasan reklamasi di sekitar tanggul Cempae, Kota Parepare, Sulawesi Selatan.

Perebutan fungsi sebuah wilayah di sekitar tanggul Cempae masih menjadi perbincangan hangat sebab pembangunan fasilitas di sekitarnya digunakan untuk keperluan dan kepentingan pribadi.

Kawasan reklamasi di sekitar tanggul Cempae, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, terus menjadi perbincangan publik.

Pasalnya, beberapa bidang tanah di kawasan reklamasi tersebut telah dikuasai warga dan digunakan untuk keperluan pribadi hingga bisnis.

Dikutip Footballshow.xyzdari Tribun-Timur.com , Selasa (17/6/2025), tampak sejumlah bangunan rumah mewah dan fasilitas olahraga berdiri di atas tanah reklamasi.

Lurah Watang Soreang, Hikmayani Sulaeman, mengatakan Pemkot Parepare memang mulai melakukan reklamasi di kawasan Cempae sejak 2006.

Menurutnya, reklamasi itu dilakukan untuk pembangunan jalan menuju kawasan industri.

Namun, belakangan beberapa warga yang tinggal di sekitar lahan tersebut mengklaim memiliki hak atas tanah.

"Kalau Anjungan Cempae itu merupakan aset. Pemkot yang bangun. Jadi 2006 itu sudah reklamasi jalan dulu. Nah, memang banyak masyarakat yang bertempat tinggal di sana sudah merasa memiliki," ujarnya saat ditemui Tribun-Timur.com.

Hikmayani mengungkapkan, sejumlah warga yang membangun rumah permanen dan fasilitas olahraga di lahan reklamasi mengklaim sudah memiliki sertifikat hak milik.

Namun, sejak menjabat sebagai Lurah Watang Soreang pada 2022, ia menegaskan tidak pernah menerbitkan izin pembangunan maupun sertifikat di kawasan tersebut.

"Ada beberapa yang punya sertifikat, termasuk rumah megah dan bisnis olahraga itu, punyanya Pak H Ibrahim Mukti. Saya juga tidak tahu kenapa bisa ada sertifikat di atas tanah reklamasi," ungkapnya.

"Semenjak 2022 saya menjabat lurah, titik di atas kertas pun mengenai penguasaan lahan di tanah reklamasi saya tidak pernah setujui atau tanda tangan. Mau itu akta jual beli atau peralihan hak, saya tidak pernah setuju, karena statusnya tidak bisa disertifikatkan dan merupakan aset pemerintah," tegasnya.

Terpisah, pemilik fasilitas olahraga Titik Kumpul sekaligus pemilik rumah mewah di lahan reklamasi, H Ibrahim Mukti, mengaku sudah memiliki legalitas untuk membangun rumah dan usaha di lokasi tersebut.

Ia menyebut, orang tuanya telah lama menempati wilayah itu.

"Semua itu sudah lengkap. Kita tidak mau kerja tanpa legalitas. Bapakku itu sudah tinggal di situ sejak tahun 80-an," jelasnya.

Ia menambahkan, pembangunan bisnis olahraga di kawasan itu juga telah mendapat izin dari Pemkot Parepare melalui Pj Wali Kota saat itu, Akbar Ali.

"Pak Pj Akbar Ali kasih izin, hanya izin untuk bangun saja," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Pemkot Parepare berencana menginventarisasi aset daerah, termasuk kawasan reklamasi di sekitar tanggul Cempae, Kecamatan Watang Soreang.

Namun, pantauan Tribun-Timur.com pada Kamis (12/6/2025), di lokasi tersebut sudah berdiri bangunan permanen, warung kopi, dan kedai milik warga.

Di ujung tanggul, terdapat pula fasilitas olahraga seperti lapangan mini soccer dan badminton, serta rumah mewah.

Bahkan, tampak satu bangunan yang sedang dibangun dan menjulur langsung ke pantai.

Seorang warga berinisial IN menyebut sejumlah pemilik bangunan di atas lahan reklamasi mengklaim telah memiliki sertifikat.

"Sudah banyak yang tempati, ada yang bangun rumah batu (permanen). Ada yang bilang mereka punya sertifikat, ada juga yang tidak punya," ujarnya kepada Tribun-Timur.com.

IN menambahkan, Cempae kini menjadi pusat UMKM di Parepare. Namun, beberapa warga menempati lahan reklamasi untuk membangun rumah dan tempat usaha.

"Kalau box kontainer ini punya UMKM. Tapi memang ada yang bangun bangunan untuk rumah sama tempat usaha," jelasnya.

Seharusnya, kawasan reklamasi tidak bisa digunakan untuk membangun apapun, termasuk kawasan untuk fasilitas umum atau bersama, seperti sarana olahraga.

Misalnya saja yang terjadi di Surabaya berikut ini.

Setelah dua tahun berlalu sempat mereda konflik penggarapan lahan tambak garam di sempadan pantai tepatnya di Dusun Tapakerbau Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep ini kembali mencuat ke permukaan publik.

Polemek tersebut kembali memanas setelah pemilik lahan dikabarkan mengirimkan surat pemberitahuan ke Polres Sumenep melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Forpkot pada hari Senin (13/1/2025) lalu.

Surat tersebut dengan nomor 001/LBH.FORpKOT/I/2025 itu juga dikirim tembusan kepada bupati Sumenep, Kodim 0827 Sumenep, Kasat Intel Polres Sumenep dan Kabagops Polres Sumenep.

Selain itu juga tembusan pada Kasatpol PP, DLH, DPMD dan DPMTSP. Termasuk juga ke Polsek Gapura, camat Gapura dan kepala Desa Gersik Putih.

Herman Wahyudi selaku kuasa hukum pemilik lahan membenarkan jika pihaknya berkirim surat pemberitahuan penggarapan lahan tambak garam ke Polres Sumenep dan berbagai pihak lainnya bahwa penggarapan lahan tambak garam tersebut akan dilakukan pada Selasa (21/1/2025).

Hal itu dilakukan karena sudah merasa memiliki dasar hukum yang kuat, meskipun ada sejumlah pihak yang menentangnya untuk dgarap.

Herman Wahyudi mengaku, lahan yang akan digarap itu sudah ada sertifikatnya, dan itu diklaim sah milik perorangan.

"Jadi pemilik sertifikat berhak menggarapnya. Intinya, itu sudah bersertifikat. Kalau ada orang keberatan, silahkan lakukan gugatan sesuai dengan undang-undang yang berlaku," tegas Herman Wahyudi pada Rabu (22/1/2025).

Terpisah, Kuasa Hukum Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (Gema Aksi) Marlaf Sucipto mengatakan sudah mendengar informasi rencana penggarapan kembalu pantai di desa gersik putih tersebut.

Pengacara kondang asal Sumenep ini menegaskan, pihaknya bersama masyarakat tetap bersikukuh akan menyelamatkan pantai tersebut.

"Pada intinya Gema Aksi tetap pada pendiriannya untuk menyelamatkan pantai di Kampung Tapakerbau itu," tegas Marlaf Sucipto.

Menurutnya, para pihak yang mengeklaim sudah memiliki sertifikat hak milik (SHM) itu tidaklah benar adanya.

"Klaim mereka lahan berdasarkan SHM. Itu faktanya pantai, bukan lahan," sebutnya.

Ketua RT Dusun Tapakerbau, Siddiq juga menyampaikan bahwa Kepala Desa (Kades) Gersik Putih, Muhab diduga memberikan ultimatum kepada warga yang menolak penggarapan lahan tersebut.

"Informasi dari warga Gersik Putih menyebutkan bahwa Kades mengimbau agar tidak ada yang mengganggu penggarapan tambak garam. Bahkan, ada ancaman siapa pun yang mengganggu akan berurusan dengan hukum," kata Siddiq.

Terkait adanya isu surat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang menyatakan bahwa proyek penggarapan tambak akan dimulai pada 21 Januari 2025. Surat tersebut juga ditembuskan ke 13 pihak terkait.

"Kami bersama warga Tapakerbau tetap pada posisi awal, mempertahankan pantai atau laut yang tersisa," paparnya.

"Laut ini adalah harapan mata pencaharian warga Gersik Putih, khususnya di Kampung Tapakerbau," tutur Siddiq.

Pihaknya menambahkan, dalam sosialisasi reklamasi di balai desa, Kades Gersik Putih menyampaikan jika ada warga yang menolak, pihaknya tidak akan bertanggung jawab atas risiko yang mungkin terjadi.

"Pernyataan seperti itu tidak patut dilontarkan. Sebagai Kades seharusnya melindungi kepentingan warganya," terangnya.

Dalam pertemuan tersebut, Kades juga menyebut bahwa reklamasi tersebut telah sesuai dengan instruksi Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo.

Namun, warga tetap bersikeras untuk mempertahankan pantai tersebut.

"Untuk menunjukkan keseriusan kami, warga mendatangi balai desa untuk mengikuti proses sosialisasi. Meskipun RT Tapakerbau tidak diundang," kata Siddiq

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Footballshow.xyz

Posting Komentar